OBLIGASI
RITEL INDONESIA (ORI) LEBIH MENGUNTUNGKAN DAN TERJAMIN DARIPADA SAHAM DAN
DEPOSITO
Chandra
Wahyu Wicaksono
121010039
121010039@student.machung.ac.id
Universitas
Ma Chung Malang
Abstract
any investment products
in the capital market is a retail bond Indonesia (ORI). ORI is guaranteed by
the government, ORI was launched by the government to solve the problems the
state budget deficit (budget). ORI is very profitable because the level is higher
than the coupon rate on deposits, other than that ORI is also safe because it
is guaranteed by the government. Not only that, ORI also can be traded like a
stock if it has not matured.
Keyword: ORI, deposits, stock, goverment
Keyword: ORI, deposits, stock, goverment
A. PENDAHULUAN
Investasi bertujuan untuk menambah kekayaan dengan cara
menempatkan pada suatu investasi tertentu. Menurut Jogiyanto (2010), investasi
adalah penundaan konsumsi sekarang yang digunakan untuk dimasukkan ke aktiva
produktif selama perioda waktu tertentu. Salah satu produk investasi adalah
obligasi ritel Indonesia (ORI).
Menurut Wuri (2007),
ORI (obligasi ritel Indonesia) adalah sebuah SUN (surat utang negara) yang cara
penjualannya secara ritel (perorangan) kepada warga negara Indonesia (WNI). ORI
diluncurkan oleh pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan defisit anggaran
belanja negara (APBN). ORI sangat menguntungkan karena tingkat bunga kupon
lebih tinggi dari pada deposito, selain itu ORI juga aman karena dijamin oleh
pemerintah. Bukan hanya itu, ORI juga dapat diperjual belikan seperti saham
apabila belum jatuh tempo. Apabila pemegang ORI membutuhkan dana sewaktu-waktu,
ORI dapat dijual atau dijaminkan kepada bank untuk mendapatkan kredit. Oleh
karena itu, ORI sangat menggiurkan, dan lebih diunggulkan dari pada saham dan
deposito.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pasar
Modal
Undang-Undang
Pasar Modal No.8 tahun 1995 pasal 1 ayat 13
mendefinisikan pasar modal sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Pasar modal di Indonesia memiliki struktur organisasi yang ada pada gambar 1
sebagai berikut.
Gambar 1. Struktur
Organisasi
Sumber: www.idx.co.id
Bentuk
Pasar Modal
Penjualan
Sekuritas dilakukan dengan berbagai cara, penjualan sekuritas dilakukan sesuai
jenis sekuritas dan bentuk pasar modal. Pasar modal dapat dibagi menjadi 4
macam (Tandelilin, 2010) yaitu:
1. Pasar
Pedana
Pasar
perdana terjadi pada saat perusahaan emiten menjual sekuritasmya kepada
investor umum untuk pertama kali. Sebelum mengeluarkan saham dipasar perdana,
perusahaan mengeluarkan informasi mengenai perusahaan secara detail dalam
bentuk prospektus.
2. Pasar
Sekunder
Pasar
sekunder merupakan tempat perdagangan atau jual beli sekuritas oleh dan
antar-investor setelah sekuritas emiten dijual di pasar perdana. Harga
sekuritas pada pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara
pembeli dan penjual. Permintaan dan penawaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa kebijakan atau aksi dari
dalam perusahaan. Faktor eksternal yaitu faktor diluar kendali perusahaan
misalnya kondisi politik dalam suatu negara atau global.
3. Pasar
ketiga
Pasar ketiga adalah tempat
perdagangan saham atau sekuritas lain diluar bursa (over the counter market). Pasar ketiga merupakan pasar perdagangan
surat berharga pada saat pasar kedua tutup. Pasar ketiga menurut Jogiyanto
(2009) dijalankan oleh broker yang mempertemukan pembeli dan penjual pada saat
pasar kedua tutup. Pasar ketiga tidak memiliki pusat perdagangan atau lantai
bursa, operasi dilakukan dengan menggunakan pemusatan informasi. Informasi yang
diberikan berupa harga saham, jumlah transaksi, dan informasi lain yang
berkaitan dengan sekuritas yang bersangkutan.
Investasi
Menurut Komaruddin (2004) dalam Widajati (2009), investasi
adalah menempatkan sejumlah uang atau dana dengan harapan dapat memperoleh
tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Apabila menurut
Halim (2005) dalam Widajati (2009), investasi adalah menempatkan sejumlah dana
sekarang dengan harapan dapat memperoleh keuntungan di masa yang akan datang.
Menurut Jogiyanto (2010), investasi adalah penundaan konsumsi sekarang yang
digunakan untuk dimasukkan ke aktiva produktif selama perioda waktu tertentu.
Jadi investasi adalah menempatkan sejumlah dana sekarang untuk memperoleh
keuntungan pada masa yang akan datang.
Menurut Jogiyanto (2010), investasi dibagi menjadi 2, adalah
sebagai berikut.
1.
Investasi Langsung
Menurut Jogiyanto (2010), investasi langsung adalah
pembelian secara langsung aset keuangan suatu perusahaan. Macam-macam investasi
langsung dapat digolongkan menjadi 2, yaitu.
a.
Investasi langsung yang tidak dapat
diperjual-belikan, yaitu tabungan dan deposito.
b.
Investasi langsung dapat
diperjual-belikan, yaitu investasi langsung di pasar uang misalnya t-bill dan deposito yang dapat
dinegosiasi, investasi langsung di pasar modal misalnya surat-surat berharga
pendapatan tetap dan saham, investasi langsung di pasar turunan misalnya opsi
dan futures contract.
2.
Investasi Tidak Langsung
Menurut Jogiyanto (2010), investasi tidak langsung
adalah pembelian saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio
aktiva-aktiva keuangan dari perusahaan-perusahaan lain. Contoh investasi tidak
langsung adalah reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana
saham atau reksadana akuitas, reksadana campuran, dan reksadana terproteksi.
Obligasi
Menurut Jogiyanto (2010), obligasi adalah utang jangka panjang
yang akan dibayar kembali pada saat jatuh tempo dengan bunga yang tetap apabila
ada. Obligasi yang tercatat di pasar modal diberi kode. Kode tersebut dimulai
untuk obligasi-obligasi yang tercatat setelah tanggal 3 April 2000. Menurut
Jogiyanto (2010), kode obligasi sebagai berikut.
A
|
A
|
A
|
A
|
B
|
B
|
B
|
C
|
C
|
D
|
E
|
F
|
G
|
Keterangan:
AAAA: singkatan nama dari perusahaan penerbitan
obligasi.
BBB: kode untuk nomor obligasi yang diterbitkan.
CC: suku bunga (apabila mempunyai beberapa
suku bunga) dan opsi-opsi turunan.
D: tipe dari obligasi, yaitu B (bonds), C (convertible bonds), W (bonds
with warrants), T (medium term notes),
Y (money market), dan M (miscellaneous).
E: tipe dari suku bunga, yaitu F (fixed rate), Z (zero rate/discount), dan V (variabel dapat berupa floating rate, revenue sharing, fixed, and
floating rate, dan lainnya).
FG: kode dari scriptless.
Menurut Jogiyanto (2010), macam-macam obligasi adalah sebagai
berikut.
1. Obligasi Pemerintah
Menurut Jogiyanto (2010), salah satu cara untuk mendapatkan dana
yang digunakan pembangunan negara adalah dengan meminjam jangka panjang kepada
masyarakat. Surat utang pemerintah sering dikenal dengan SUN (surat utang
negara). Surat utang negara mempunyai sifat yang sama dengan obligasi
perusahaan, akan tetapi penerbitnya berbeda yaitu pemerintah bukan perusahaan.
Sehingga surat utang negara sering dianggap lebih aman dibandingkan dengan
obligasi perusahaan.
2. Municipal Bond
Menurut Jogiyanto
(2010), municipal bond adalah
obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, misalnya pemerintah provinsi,
kota dan kabupaten. Pemerintah daerah mengeluarkan obligasi bertujuan untuk
pembiayaan modal, misalnya membangun jalan raya, perumahan rakyat, rumah sakit
umum, universitas, dan lain sebagainya.
3. Obligasi
Perusahaan
Menurut
Jogiyanto (2010), obligasi perusahaan (corporate
bond) adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh perusahaan
swasta dengan nilai utang yang akan dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo
dengan menggunakan pembayaran kupon atau tanpa kupon yang sudah sitentukan di
kontrak utang tersebut. Obligasi perusahaan dilindungi dengan bond indenture. Menurut Jogiyanto
(2010), bond indenture adalah janji
perusahaan penerbit obligasi untuk menaati semua ketentuan yang dituliskan
kepada pihak tertentu yang dipercaya (trustee).
Pengertian
ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Menurut Wuri (2007), ORI (obligasi ritel Indonesia) adalah
sebuah SUN (surat utang negara) yang cara penjualannya secara ritel
(perorangan) kepada warga negara Indonesia (WNI). Menurut Wuri (2007), obligasi
ritel Indonesia diterbitkan dengan nilai nominal per unit sebesar
Rp1.000.000,00. Akan tetapi, jumlah pembelian minimal yaitu Rp5.000.000,00
untuk mendapatkan 5 unit dan dengan kelipatan 5 unit.
Keuntungan
Berinvestasi di ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Menurut Wuri (2007), keuntungan berinvestasi di obligasi ritel
Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Pembayaran kupon dan pokok sampai dengan
jatuh tempo dijamin oleh undang-undang SUN.
2.
Pada saat diterbitkan (pasar perdana),
kupon ditawarkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat bunga deposito
bank BUMN.
3.
Kupon dengan tingkat bunga tetap sampai
pada waktu jatuh tempo.
4.
Kupon dibayar setiap bulan.
5.
Berpotensi memperoleh capital gain jika obligasi ritel
Indonesia dijual pada harga yang lebih tinggi daripada harga beli setelah
memperhitungkan biaya transaksi di pasar sekunder.
6.
Dapat dijaminkan atau dipinjamkan kepada
pihak lain, antara lain jaminan dalam pengajuan pinjaman pada bank umum atau
jaminan dalam rangka transaksi efek.
7.
Dapat diperdagangkan di pasar sekunder
dengan mekanisme bursa efek atau transaksi di luar bursa efek (over the counter).
8.
Memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk turut serta mendukung pembiayaan pembangunan nasional.
9.
Bunganya tinggi dan bersifat tetap.
10.
Jenis investasi yang aman.
11.
Risiko lebih rendah dibandingkan dengan
saham.
12.
Dijamin pemerintah.
Risiko
Berinvestasi ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Menurut Wuri (2007), risiko berinvestasi di obligasi ritel
Indonesia terdapat tiga jenis risiko utama, adalah sebagai berikut.
1. Menurut Wuri (2007), risiko
gagal bayar adalah risiko di mana investor tidak dapat memperoleh pembayaran
dana yang dijanjikan oleh penerbit pada saat jatuh tempo. Obligasi ritel
Indonesia tidak memiliki risiko gagal bayar karena pemerintah berdasarkan
undang-undang surat utang negara (SUN) dan undang-undang APBN setiap tahunnya
menjamin pembayaran kupon dan pokok SUN, termasuk obligasi ritel Indonesia
sampai dengan jatuh temponya.
2. Menurut
Wuri (2007), risiko pasar adalah potensi kerugian bagi investor karena adanya
kecenderungan penurunan harga ORI di pasar sekunder akibat kenaikkan tingkat
bunga, seperti tingkat bunga SBI (sertifikat bank Indonesia). Kerugian dapat
terjadi jika investor menjual obligasi ritel Indonesia di pasar sekunder
sebelum jatuh tempo pada harga jual yang lebih rendah dari harga belinya.
Risiko pasar dalam investasi obligasi ritel Indonesia dapat terhindar jika
pembeli obligasi ritel Indonesia di pasar perdana tidak menjual sampai dengan
jatuh tempo dan menjual apabila harga jual atau harga pasar lebih tinggi
daripada harga beli setelah dikurangi biaya transaksi. Apabila harga turun,
pemilik obligasi ritel Indonesia tetap mendapatkan kupon setiap bulan sampai
jatuh tempo dan pemilik obligasi ritel Indonesia tetap dapat menerima pelunasan
pokok sebesar 100% ketika obligasi ritel Indonesia telah jatuh tempo.
3. Menurut
Wuri (2007), risiko likuiditas adalah potensi kerugian jika sebelum jatuh tempo
pemilik obligasi ritel Indonesia yang memerlukan dana tunai mengalami kesulitan
dalam menjual obligasi ritel Indonesia di pasar sekunder. Tingkat penjualan
obligasi ritel Indonesia pada tingkat harga yang wajar. Jika pemilik obligasi
ritel Indonesia membutuhkan dana, obligasi ritel Indonesia dapat dijaminkan
dalam pengajuan pinjaman ke bank umum atau sebagai jaminan dalam transaksi efek
di pasar modal.
Prosedur
Pembelian ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Calon pembeli obligasi ritel Indonesia membuka rekening di
bank, mendaftarkan diri kepada agen penjualan (pihak bank). Selanjutnya calon
pembeli obligasi ritel menyetorkan sejumlah dana sesuai dengan jumlah investasi
yang dikehendaki dan mengisi formulir. Setelah mengisi formulir, calon pembeli
obligasi ritel Indonesia menyerahkan sejumlah dokumen pribadi, seperti KTP,
SIM, passport, dan lain sebagainya (www.permatabank.net).
Prosedur pembelian obligasi ritel Indonesia di pasar perdana,
yaitu calon pembeli ORI mendatangi kantor pusat maupun kantor cabang agen
penjual yang siap melayani pemesanan dan pembelian ORI. Kemudian calon pembeli
ORI membuka rekening dana pada salah satu bank umum dan surat berharga pada
salah satu partisipan/nasabah subregistry.
Selanjutnya calon pembeli ORI menyediakan dana yang cukup untuk pembelian ORI
melalui agen penjual. Mengisi formulir pemesanan dan menyampaikan formulir
pemesanan, fotocopy KTP, dan bukti setor kepada agen penjual dan menerima tanda
terima bukti penyerahan dokumen tersebut dari agen penjual.
Sejarah
Terbitnya ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Obligasi ritel Indonesia yang diterbitkan oleh pemerintah
Indonesia, digunakan untuk menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN). Dalam menutup defisit APBN pemerintah menargetkan mendapat dana
sebesar Rp2.000.000.000.000,00 dari penjualan obligasi ritel Indonesia di pasar
perdana. Pasar perdana penjualan obligasi ritel Indonesia hanya ditujukan untuk
investor individu warga negara Indonesia (WNI). Sejak tahun 2000 sampai dengan
Juni 2006, total obligasi mencapai Rp680.000.000.000.000,00. Akan tetapi, pembelian
hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan yang memiliki modal yang besar,
seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, reksadana, dan lembaga-lembaga
keuangan asing. Hal ini dikarenakan penawaran satuan perdagangan obligasi ritel
Indonesia antara Rp500.000.000.000,00 sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00. Pemerintah
yang menyadari apabila kondisi perekonomian merosot, maka investor akan
menyelamatkan aktivanya untuk dipindahkan ke luar negeri. Sehingga hal tersebut
dapat berdampak buruk bagi kestabilan nilai rupiah. Oleh sebab itu, pemerintah
Indonesia menawarkan obigasi ritel Indonesia kepada masyarakat umum dengan
satuan perdagangan yang lebih murah. Hal ini dilakukan supaya masyarakat luas
dapat menjangkaunya (Wuri, 2007).
Kupon
ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Pembayaran kupon dilaksanakan di Indonesia dan dibayarkan
kepada pemilik obligasi ritek Indonesia yang tercatat pada tanggal kepemilikan.
Pembayaran dilakukan dengan mengkredit rekening dana pemilik obligasi ritel
Indonesia. Kupon ORI lebih tinggi dibandingkan dengan bunga deposito (Wuri,
2007).
Biaya
dan Perpajakan
Menurut Depkeu (2006) dalam Wuri (2007), biaya dan pajak
obligasi ritel Indonesia adlah sebagai berikut.
1. Biaya
pemesanan obligasi ritel Indonesia di pasar perdana adalah biaya materai untuk
membuka rekening tabungan pada bank dan biaya materai untuk membuka rekening
surat berharga pada subregistry,
dan biaya transfer dana untuk menampung dana pemesan obligasi ritel Indonesia.
2. Biaya
penyimpanan surat berharga.
3. Biaya
penyimpanan rekening surat berharga umumnya digunakan untuk perioda satu tahun
dan besarnya disesuaikan dengan kebijakan masing-masing subregistry.
4. Biaya
transfer bunga yang besarnya berbeda untuk tiap agen.
5. Biaya
transaksi di pasar sekunder.
6. Biaya
transaksi obligasi ritel Indonesia di pasar sekunder dapat berbeda-beda baik
dengan mekanisme bursa efek maupun transaksi di luar bursa efek (over the counter). Biaya transaksi di pasar sekunder antara lain
berupa biaya transfer surat berharga dan biaya perantara pedagang.
7. Pajak
terdapat 2 (dua) jenis, yaitu pajak untuk kupon obligasi sebesar 20% dan pajak
apabila terdapat capital gain, yaitu
sebesar 20%.
Pelunasan
Pokok ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Pembayaran pokok obligasi ritel Indonesia dilakukan di
Indonesia dan dibayar kepada pemilik obligasi ritel Indonesia yang tercatat
pada tanggal pencatatan pemilik obligasi ritel Indonesia (Wuri, 2007).
Saham
Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, saham
merupakan surat berharga sebagai bukti penilaian individu/institusi dalam suatu
perusahaan (biasa dipegang perorangan/lembaga pada suatu perusahaan).
Menerbitkan saham adalah salah satu cara dalam upaya pendanaan perusahaan. Akan
tetapi, disisi lain saham adalah instrument investasi masyarakat umum.
Deposito
Deposito adalah simpanan dana pihak ketiga yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan antara
deposan dan bank. Jangka waktu deposito, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12
bulan, dan 24 bulan (http://www.banksaudara.com).
C.
KONTROVERSI OBLIGASI RITEL INDONESIA (ORI)
Penelitian Wuri (2007) membahas tentang obligasi ritel
Indonesia sebagai salah satu alternatif pilihan investasi. Investasi dalam ORI
adalah modal dasar untuk mengubah sikap masyarakat dari menabung ke orientasi
investasi. ORI adalah sarana yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam membiayai APBN dan ikut memiliki serta mengelolah aktiva
kekayaan negara. Wuri (2007) mengupas tentang perbedaan saham, deposito, dan
ORI. Sehingga menghasilkan tabel sebagai berikut.
Saham
|
Deposito
|
ORI
|
|
Jatuh tempo
|
Tidak ada
|
Ada
|
Ada
|
Kupon (bunga)
|
Tidak ada
|
Ada, berubah
mengikuti pasar
|
Ada, tetap
|
Dividen
|
Ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Potensi capital gain
|
Ada
|
Tidak ada
|
Ada
|
Jaminan pemerintah
|
Tidak ada
|
Ada
|
|
Pasar sekunder
|
Dapat
|
Tidak dapat
|
Dapat
|
Tabel 1. Perbedaan
Antara Saham, Deposito, dan ORI
Sumber: Pratiwi (2006)
dalam Wuri (2007)
Oleh karena itu, ORI
dapat dijadikan pilihan investasi yang aman dan menguntungkan. Apabila selama
ini masyarakat tertarik mendiversifikasi investasi melalui deposito dan
reksadana, maka pada saat ini obligasi ritel Indonesia dapat menjadi
pertimbangan masyarakat. Apabila investor mempunyai masalah dalam kebutuhan
pendanaan, maka investor dapat menyiasati kebutuhan pendanaannya dengan
menjaminkan ORI yang dimilikinya untuk mendapatkan kredit. Sehingga investor
tidak perlu menjual ORI sebelum jatuh tempo. Penerbitan ORI selain memiliki
nilai strategis karena dapat mendorong dan memfasilitasi mobilisasi dana
masyarakat yang digunakan untuk pembiayaan APBN, dan dapat mengarahkan
masyarakat kepada kemandirian bangsa akan pembiayaan pembangunan.
Widajati (2009), mengungkapkan bahwa inflasi tidak mempunyai
hubungan dan pengaruh signifikan terhadap tingkat bunga. Hal ini didukung
dengan teori Irving Fisher yang mengungkapkan bahwa dalam jangka panjang,
tingkat inflasi tidakmempengaruhi tingkat bunga. Adanya pengaruh tidak langsung
variabel inflasi terhadap harga obligasi melalui tingkat bunga SBI sebesar
10,05% tetapi dari hasil korelasi antara variabel inflasi dengan harga obligasi
melalui tingkat suku bunga SBI lemah atau tidak adanya hubungan. Hal ini
disebabkan tidak adanya pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat bunga. Jadi
secara tidak langsung inflasi tidak mempengaruhi harga obligasi ritel
Indonesia. Apabila tingkat inflasi turun dan tingkat bunga turun maka harga
obligasi naik. Peningkatan transaksi ini dipengaruhi oleh penurunan suku bunga
yang membuat harga meningkat. Sedangkan obligasi ritel Indonesia akan
menguntungkan dan memberikan informasi bahwa pemegang obligasi sebaiknya
melihat yield dan bukan kupon
obligasi.
D.
PEMBAHASAN
ORI yang merupakan surat utang negara yang dapat
diperjualbelikan dan pemerintah menjual ke masyarakat Indonesia (WNI) dalam
bentuk obligasi untuk menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN). Dari penelitian Wuri (2007) dan Widajati (2009) dapat disimpulkan bahwa
obligasi ritel Indonesia (ORI) lebih menguntungkan dan aman apabila
dibandingkan dengan saham maupun deposito. Hal ini dikarenakan ORI dapat
diperjualbelikan seperti saham dengan tujuan mendapatkan abnormal return, akan tetapi saham tidak mendapatkan kupon setiap
bulan melainkan mendapatkan deviden yang setiap tahun dan dividen tersebut
tidak tentu dibagikan setiap tahunnya. Menurut Wuri (2007), volume perdagangan
ORI 001 selama perioda Agustus 2006-Maret 2007 rata-rata Rp797 miliar per bulan
atau sekitar 25% dari total outstanding-nya
yang sebesar Rp3,28 triliun. Apabila dibandingkan dengan deposito, ORI tetap
lebih menguntungkan dan aman. Deposito tidak dapat diperjualbelikan sehingga
pemilik deposito tidak dapat menjual sewaktu-waktu apabila memerlukan dana
cepat. Menurut Wuri (2007) tingkat suku bunga deposito dapat naik turun
mengikuti pasar akan tetapi besarnya tidak terlalu tinggi, pada perioda 2007
berkisar antara 6%-7% per tahun sedangakan ORI memberi insentif suku bunga
tinggi, yaitu 12,05% per tahun. Hal ini menunjukkan keuntungan yang menggiurkan
dan aman datang dari ORI. Menurut Wuri (2007) jaminan pemerintah untuk deposito
mulai 22 Maret 2007 paling tinggi sebesar Rp100.000.000,00, sedangkan ORI
dijamin penuh oleh pemerintah. Penerbitan ORI yang dilakukan pemerintah
memiliki nilai strategis karena dapat mendorong dan memfasilitasi mobilisasi
dana masyarakat yang digunakan untuk pembiayaan APBN, dan dapat mengarahkan
masyarakat kepada kemandirian bangsa akan pembiayaan pembangunan.
Menurut Wuri (2007), perbedaan saham, deposito, dan ORI
dipaparkan kedalam tabel sebagai berikut.
Saham
|
Deposito
|
ORI
|
|
Jatuh tempo
|
Tidak ada
|
Ada
|
Ada
|
Kupon (bunga)
|
Tidak ada
|
Ada, berubah
mengikuti pasar
|
Ada, tetap
|
Dividen
|
Ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Potensi capital gain
|
Ada
|
Tidak ada
|
Ada
|
Jaminan pemerintah
|
Tidak ada
|
Ada
|
|
Pasar sekunder
|
Dapat
|
Tidak dapat
|
Dapat
|
Tabel 1. Perbedaan
Antara Saham, Deposito, dan ORI
Sumber: Pratiwi (2006)
dalam Wuri (2007)
Menurut Widajati (2009), secara tidak langsung inflasi tidak
mempengaruhi harga obligasi ritel Indonesia. Apabila tingkat inflasi turun dan
tingkat bunga turun maka harga obligasi naik. Peningkatan transaksi ini
dipengaruhi oleh penurunan suku bunga yang membuat harga meningkat. Sedangkan
obligasi ritel Indonesia akan menguntungkan dan memberikan informasi bahwa
pemegang obligasi sebaiknya melihat yield
dan bukan kupon obligasi.
Menurut Wuri (2007), keuntungan berinvestasi di obligasi ritel
Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Pembayaran kupon dan pokok sampai dengan
jatuh tempo dijamin oleh undang-undang SUN.
2.
Pada saat diterbitkan (pasar perdana),
kupon ditawarkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat bunga deposito
bank BUMN.
3.
Kupon dengan tingkat bunga tetap sampai
pada waktu jatuh tempo.
4.
Kupon dibayar setiap bulan.
5.
Berpotensi memperoleh capital gain jika obligasi ritel
Indonesia dijual pada harga yang lebih tinggi daripada harga beli setelah
memperhitungkan biaya transaksi di pasar sekunder.
6.
Dapat dijaminkan atau dipinjamkan kepada
pihak lain, antara lain jaminan dalam pengajuan pinjaman pada bank umum atau
jaminan dalam rangka transaksi efek.
7.
Dapat diperdagangkan di pasar sekunder
dengan mekanisme bursa efek atau transaksi di luar bursa efek (over the counter).
8.
Memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk turut serta mendukung pembiayaan pembangunan nasional.
9.
Bunganya tinggi dan bersifat tetap.
10.
Jenis investasi yang aman.
11.
Risiko lebih rendah dibandingkan dengan
saham.
12.
Dijamin pemerintah.
Sedangkan Menurut Wuri (2007), risiko berinvestasi di obligasi
ritel Indonesia terdapat tiga jenis risiko utama, adalah sebagai berikut.
1. Menurut Wuri (2007), risiko
gagal bayar adalah risiko di mana investor tidak dapat memperoleh pembayaran
dana yang dijanjikan oleh penerbit pada saat jatuh tempo. Obligasi ritel
Indonesia tidak memiliki risiko gagal bayar karena pemerintah berdasarkan
undang-undang surat utang negara (SUN) dan undang-undang APBN setiap tahunnya
menjamin pembayaran kupon dan pokok SUN, termasuk obligasi ritel Indonesia
sampai dengan jatuh temponya.
2. Menurut
Wuri (2007), risiko pasar adalah potensi kerugian bagi investor karena adanya
kecenderungan penurunan harga ORI di pasar sekunder akibat kenaikkan tingkat
bunga, seperti tingkat bunga SBI (sertifikat bank Indonesia). Kerugian dapat
terjadi jika investor menjual obligasi ritel Indonesia di pasar sekunder
sebelum jatuh tempo pada harga jual yang lebih rendah dari harga belinya.
Risiko pasar dalam investasi obligasi ritel Indonesia dapat terhindar jika
pembeli obligasi ritel Indonesia di pasar perdana tidak menjual sampai dengan
jatuh tempo dan menjual apabila harga jual atau harga pasar lebih tinggi
daripada harga beli setelah dikurangi biaya transaksi. Apabila harga turun,
pemilik obligasi ritel Indonesia tetap mendapatkan kupon setiap bulan sampai
jatuh tempo dan pemilik obligasi ritel Indonesia tetap dapat menerima pelunasan
pokok sebesar 100% ketika obligasi ritel Indonesia telah jatuh tempo.
3. Menurut
Wuri (2007), risiko likuiditas adalah potensi kerugian jika sebelum jatuh tempo
pemilik obligasi ritel Indonesia yang memerlukan dana tunai mengalami kesulitan
dalam menjual obligasi ritel Indonesia di pasar sekunder. Tingkat penjualan
obligasi ritel Indonesia pada tingkat harga yang wajar. Jika pemilik obligasi
ritel Indonesia membutuhkan dana, obligasi ritel Indonesia dapat dijaminkan
dalam pengajuan pinjaman ke bank umum atau sebagai jaminan dalam transaksi efek
di pasar modal.
E.
SIMPULAN
Obligasi ritel Indonesia (ORI) lebih menguntungkan dan aman
apabila dibandingkan dengan saham maupun deposito. Hal ini dikarenakan ORI
dapat diperjualbelikan seperti saham dengan tujuan mendapatkan abnormal return, akan tetapi saham tidak
mendapatkan kupon setiap bulan melainkan mendapatkan deviden yang setiap tahun
dan dividen tersebut tidak tentu dibagikan setiap tahunnya. Apabila
dibandingkan dengan deposito, ORI tetap lebih menguntungkan dan aman. Deposito
tidak dapat diperjualbelikan sehingga pemilik deposito tidak dapat menjual
sewaktu-waktu apabila memerlukan dana cepat. Jika pemilik ORI membutuhkan dana,
obligasi ritel Indonesia dapat dijaminkan dalam pengajuan pinjaman ke bank umum
atau sebagai jaminan dalam transaksi efek di pasar modal. Penerbitan ORI yang dilakukan pemerintah memiliki nilai strategis
karena dapat mendorong dan memfasilitasi mobilisasi dana masyarakat yang
digunakan untuk pembiayaan APBN, dan dapat mengarahkan masyarakat kepada
kemandirian bangsa akan pembiayaan pembangunan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10207121128_1410-5055.pdf.
Diakses tanggal 4 Desember 2012 pukul 19.17 WIB.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1310997105.pdf.
Diakses tanggal 5 Desember 2012 pukul 18.36 WIB.
http://www.banksaudara.com/content/24.
Diakses tanggal 18 Desember 2012 pukul 20.34 WIB.
http://www.permatabank.net/membeli-obligasi-ritel-indonesia.html.
Diakses tanggal 18 Desember 2012 pukul 21.44 WIB.
Jogiyanto, H. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi.
Edisi 7. Yogyakarta: PT BPFE.
Jogiyanto,
H.M. 2009. Teori Portofolio dan Analisis
Investasi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Tandelilin, E. 2010.
Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Undang-Undang Pasar Modal No.
8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Widajati,
Asih. 2009. Inflasi dan Tingkat Bunga
Terhadap Harga Obligasi Negara Ritel yang Diterbitkan Pemerintah. Malang: Politeknik
Negeri Malang (Jurnal Keuangan dan Perbankan: Vol. 13 No. 1, 2007 Hal. 97-105).
Wuri,
Josephine. 2007. Obligasi Ritel Indonesia
(ORI): Salah Satu Alternatif Pilihan Investasi. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma (Antisipasi: Vol. 10 No. 2, 2007 Hal. 121-128).
bro... sekalian lw pengen tanya" silahkan hehehhehhe...:)
Ulasannya Lengkap sekali :)
Mau tanya, jika obligasi ritel indonesia dibandingkan dengan sukuk negara ritel,,?
Terima kasih,,
Mau tanya, jika obligasi ritel indonesia dibandingkan dengan sukuk negara ritel, yang mana yang lebih menguntungkan,,?
Terima kasih,,